Senin, 19 Februari 2018

SENGSARA DI PINTU SENYUM

SENGSARA DI PINTU SENYUM
Cerpen: fathor rasyid
SANG AYAH DAN BUNDA
Waktu tidak pernah berpihak pada jalannya pagi, teransaksi kehidupan tertinggal pada pucuk kenangan. Dimana kehidupan yang menyisakan luka tujuh liang. Disore itu senyum keluarnga bagitu indah  tanpa beban.  Ahmad adalah orang yang bagitu baik dan penyantun berahlak  mulia,  penyabar dan bertanggung jawab. Kehidupan Ahmad bagitu indah melewati disela-sela tembusan cahaya dengan bingkisan senyum.
Dari berapa lama yang sudah di tempuh dalam keluarga, tiada lain kecuali kegembiraan dan kebahagian yang diterima seakan dunia miliknya. Dibalik semua itu ternyata ada cobaan yang bagitu besar yang dihadapi dalam keluarganya, yaitu martua laki-lakinya meninggal dunia. ratapan hangat dan gucuran air mata mulai terjadi di balik keindahan. Keluarga Ahmad termasuk orang yang berpendikan,  mereka merelakan atas kehendak ilahi yang memisahkannya.  Ahmad berkata “ jagan terlalu membuat diri kita menyesal atas kehilangan bapak yang penting  beliau mendapatkan tempat yang nyaman dan tentram di alam sana penuh dengan nikmat”. Kini waktu mulai melaju dengan cepat Ahmad sekarang menjadi orang utama dalam keluarga yang harus membiayai adik-adiknya yang masih kecil dan ada yang sudah MA mondok di salah satu pesantren. Ahmad menjadi bingung menghadapi tanggung jawab yang bagitu besar tapi apa boleh buat ini semua kehendak yang kuasa dalam diri ahmad.
Keringat kesabaran mulai mulai membasahi tubuhnya, sinar  terang menyapa. Tiada lain yang harus dia lakukan hanya bekerja keras agar bisa menafkahi keluarganya dan membiayai pendidikan adik-adiknya. Siang mulai buram megahimpun senyum,  Pada saat itu pintu terbuka dan aisyah datang memeluknya sambil berbicara “ maz aku mencintaimu”. Dan Ahmad jaga menjawab aku juga dik. Aisyah mengungkapkan isi perasaannya yang bagitu terpukul oleh kehilangan bapaknya. Dan aisyah berkata “ maz  jangan pernah dirumu melentarkan adik-adikku, dia tidak punyak siapa-siapa lagi dan dia punyak ibu yang sudah lemah, dan penyakitnya yang sering kambuh “, maz aku mohon. Keluhan dan  gucuran air mata membanjiri matanya yang murkak.
Keluh kesah  dihadapi dalam keluarga, kelemahan dan kekuranngan yang setiap hari ditemui. Apalah daya sudah takdir berbicara, kini kenangan yang menyimpan kedukaan. pagi itu matahari memberikan senyum tampa bimbang. derai angin menyentuh daun dengan lembut bagitu jga dengan ahmad, Yang menyikapi kehidupan dengan kebijaksanaan. Arti dari hidup adalah pencarian kebahagian, teryata dalam keluarga meyimpulkan kesengsaraan yang selama ini dia hadapi. Pada saat itu pintu terbuka. krak... mbak nina mamanggil... Aku minta uang untuk sekolah, tanpa aisyah banyak berfikir dia memberikan uang yang dia punya, yang hanya cukup untuk biaya dapur. Nina beranjak dan memanggil salam, menuju pintu keluar yang telah di tunggu  teman-temannya. Nina salah satu siswi yang berprestasi diantra teman-temanya, benyak  menyenangi baik dari guru dan temanya.
Aisyah mulai sibuk didapur untuk minyiapkan makanan untuk suaminya, Bahan makanan yang di berikan hanya sayur dan tahu tempe. Keluarga yang biasa memakan makanan yang nyaman kini menjadi sederhana. Bagitulah bahwa kehidupan seperti roda yang berputar. Ahmad sadar bahwa kehidupan penuh dengan cobaan, tantangan,rintangan dan hambata.  tidak asing lagi bagi Ahmad yang dihadapinya, karena Ahmad pernah menjadi santri  kekurangan sudah biasa dia hadipi.
Bagaimanapun juga Ahmad adalah tonggak dalam keluarga, tidak boleh tidak dia harus banyak memberikan yang terbaik kepada istri dan adik-adiknya. Aisyah menjadi senang  mengganggap suaminya memberikan yang terbaik, baik dari kasih sayang dan juga dukungannya.
Matahari sudah remang-remang Ahmad mencoba menelusuri waktu menuju mushollah, kurang tau apa yang dia buat, dia hanya bersama  rentetan tasbih yang dianggap bisa menjawabnya. Malam sudah tiba Ahmad berkomtemplasi bersama serpihan cahaya bulan yang melewati di jendela. Ayat-ayat suci di tartilkan, Membaca kenangan yang berlalu. malam seakan menjadi siang, Ahmad tidak misa memejamkan mata bagitu saja  bagaimanapun tembok-tembok tua menjadi saksi apalagi istrinya yang sangat dia cintainya. Kebimbangan dan kekuatiran merajai kemisnannya, entah apa yang harus di perbuat.  dia hanya pasrah saja kepada tuhan yang telah menciptakannya ( tawakkalkaltu Alallah).
Suatu saat Ahmad dan Istrinya mengunjungi adiknya yang lagi mondok disalah satu pesantren,  keluarlah cindy membawa sebingkai senyum kepada saudaranya. Senyuman indah, senyuman manis dan rasa yang begitu gembira. Cindy mengucapkan terimah kasih atas kunjungan, dukungan dan do’anya. Pada saat itu cindy bercerita tentang kegiatan dipondoknya dan berbagai lomba. Dari berbagai lomba teryata cindy mendapatkan juara I lomba mmbaca kitab. Dan setiap tahunnya menjadi siswi tauladan.
Sungguh gumbira aisyah dan suaminya mempunyai adik yang berprestasi. Tiada kata yang bisa disampaikan kepada adiknya hanya. Ahmad memberikan saran “ cindy kamu berbayaklah belajar dan berdo’a agar dirimu menjadi anak yang baik dan berbakti kepada orang tua baik bagi nusa dan bangsa”. Cindy hanya mengagokkan kepala, tetapi cindy timbul pertanyaan besar yang ada dalam dirinya. Entah apa yang di hadapi oleh saudaranya, tetapi cindy hanya melih diam disaat melihat raut muka saudaranya yang bagitu pucat.
Waktu sudah menunjukkan sunyi mataharipun mau meninggalkan cahayanya. Aisyah dan suaminya bergagas pulang menuju rumahnya dan membawa piala yang diaraih untuk di beritahukan kepada ibunya. Ketika sampai dirumah aisyah dan suaminya memanggil salam di pintu rumah ternyata sunyi yang menjawab. Entah kemana adik dan ibunya, Aisyah dan suaminya sihingga cepat bergagas menuju kamar ibunya. Teryata penyakit ibunya komat lagi sehingga dia tidak bisa banyak berbuat apa-apa. Ibunya masih sempat bertanya meskipun penyakit menggerogotinya, dengan kata yang lembut.  Aisyah bagaimana kabar adikmu:  Aisyah menjawab alhamdulillah cindy baik ibu dengan nada yang  agak saruh. Pada saat itu juga aisyah memberi tau kepada ibunya bahwa cindy mendapatkan juara lombah baca kitab. Sambil memberi tahu piala yang di pegangnya. Ibunya sangat bahagia ketika mendengar cerita dari aisyah, dia sangat bersyukur dan mengeluarkan air mata haru dan air mata bahagia. Ibunya sambil berkata ini semua kehendak ilahi, sukururilah apa yang diraih oleh adikmu aisyah. Dan jagan lupa adikmu yang satunya jangan sampai kamu bedakan “ pesan ibu”.
Kegembiraan dan kebahagian bersemi derita,  ketika cindy sudah kelas tiga semister akhir di MA salah satu pondok pesantren, cindy mempunyai cita-cita untuk meraih impiannya yang sekian lama dipahat dalam jantung semista. Untuk mengasah intelektualitas yang tinggi dan merubah nasib dari orang tuanya. Ketika cindy sudah lulus ternyata tidak bisa  melanjutkan untuk keperguruaan tinggi karena kemiskinananya. Entah apa yang dia lakukan hanya memuhon dan meminta kepada Allah agar di berikan jalan yang  penuh dengan cahaya ilahi, tuhanlah yang maha tau.  ketika cindy keluar dari pondok hanya pengangguran, hanya bisa membantu orang tuanya yang sudah lemah dan penyakitnya sering kambuh.
Kini kehidupan dalam keluarga mulai  damai atas kesembuhannya. Ahmad mulai menyendiri berfikir tentang atas derita yang menimpa, tiada kata dan  senyum yang kini tertunda. Aisyah yang bagitu setia kepada suaminya, menemani dimana Ahmad berada tetapi tak berani bertanya atas kesendiriannya,  aisyah  melihat muka suaminya yang agak cemberut. Dan Adik aisyah bagitu menyayagi ibunya meskipun hanya memberikan senyuman dan sepiring nasi.  Setiap pagi cindy menyuapkan nasi kepada ibunya, sambil berbincang bincang. Dan ibunya berkata :
nak maafkan ibu, yang tidak bisa membiayai kamu untuk melanjutkan kuliah. Sebenarnya ibu ingin kamu seperti teman-teman kamu, tapi apalah daya ketika takdir berbicara kepada kita nak, suara tersendu-sendu.
 Cindy menjawab, ibu... telah cukup bagi cindy menduduki di bangku MA apa lagi dimondokkan,  itu sudah cukup  bagi cindy, asalkan ibu sembuh cindy sangat bersyukur nada yang agak saruh. “ Air mata mulai menemani cindy “.
Anakku  : apakah kamu tidak merasa tertekan dengan keadaan ibu yang seperti ini, dan bapakmu yang telah meninggalkan kita anakku, yang tidak bisa membahagiakan kamu nak...?
 Ibu... cindy sangat bersyukur kepada Allah yang telah memberikan kerunia kepada keluarga kita, mungkin ini semua cobaan Allah yang di berikan kepada kita, sampai dimana kesabaran  menghadapi cobaan ini ibu....?  Gucuran air mata mulai mengalir tanpa terasa. cindy sambil memeluknya dan mencium keningnya, tanpa disadari aisyah datang dari pintu yang terbuka, menghampiri cindy dan ibunya. Aisyah...?  anakku, pesan ibu “ jagalah dan berikan yang terbaik kepada adik-adikmu karena ibu sudah tidak bisa memberikan yang terbaik kepada adikmu untuk meraih cita-citanya”.
            Kini suasana semakin sunyi derai air  rmata mengalir tanpa disadari oleh ibunya, cindy menghapus air mata ibunya dan sambil berkata “ ibu...., jangan ibu menagis semua masalah   tidak akan terhapus oleh air mata”.  ibunya menjawab: anakku.....?, semuga air mata yang mengalir tanpa disadari semuga menjelma do’a yang kemudian hari  menciptakan keindahan.
Aisyah sambil memegang tangan ibunya, dan berkata: ibu.... kehidupan tidak akan menyimpang dari cobaan,  mari kita berbanyak berdo’a dan berzdikir kepada Allah agar Allah memberikan jalan keluar atas derita ini ibu.... Aisyah,cindy dan ibunya  berpelukan karena sudah tidak kuat lagi,  kini hanya air mata duka mengalir dan kalimat suci. 


Salam pergerakan dan perubahan seni dan budaya madura
            Warnailah duniamu dengan tetesan pena dari tinta-tinta kebenaran yang bisa mengajari seribu umat lewat kata.

Pamekasan, 18-02-2018


By: FATHORRASYID

Tidak ada komentar:

Posting Komentar