25 April Di Malam ID
Di
sore itu, pada bulan april tanggal 28-2012 itulah akadku, alam semista menjadi
saksi. Leluhurpun berkontemplasi pada percakapan kita yang telah di baca oleh
malam id. Angin dan matahari membuka malam, pertama aku membuka gerbang baru. Pada saat ijab telah
sampai di telingaku. Para saksi menyimak keapsahannya. Jam dinding jiwaku
mengetarkan jagat dan sukmaku mantafakkuri kalam ilahi menunjukkan kesunyian
bersemayam hidup seribu makna, 28 april
membuka hijab sampai arsi tuhan bergetar. Kuhampiri dirimu dengan mata yang
berbinar mengecup keningmu, sambil ku ucap tuhan jadikanlah cinta ini yang
diridhai olehMu. Sang mentari mulai turun menyembunyikan cahaya mengondang
malam. Nafas terengah-engah mengeja sore di kehenigan sang ilahi. Kini malam
sudah tiba kalimat tuhan berkomandang di ujung penantian. kulalui
dengan sang kekasih di atas ranjang kehormatan, bercumbu rayu saling mendekap
hangat. Ku bisikkan bahasa cinta diantara dua altar ke abadian,
kubaca selaksa bahasa tubuhmu, yang di
abadikan di sebingkai jantungku terlukis indah.
Aku mencoba melukis malam dengan senyuman dan ratapan hangat, tangan
menggemgam bayang yang tertinggal di pelupuk mata. Cinta kasih aku minum dari
jarak yang menuntun. Aku belai rembulan yang menyilaukan gelap, hati berbisik
bertanya pada sunyi. Sering aku singkap tabir malam membuka jendela janji yang
diabadikan. Pertama kali
kucium keningmu ketika aku selesai akad yang disahkan para saksi. Malam itu
adalah malam yang membuka cakrawala baru kutempuh lewat senyuman. Kadang hatiku
merasa tercincang oleh kasih tak menentu menyisakan luka sukma. Tapi aku
meencoba menilai dari sisilain kebimbangan. Pertanyaan selalu membuka dalam
diriku. Hatipun tak sanggup untuk mengurai.
Beberapa lama perjalan cinta yang aku tempuh, langkah
telah tertutup debu, kadang cinta tertusuk oleh nafsu. Delematis kini membuat
hidup menjadi bayangangan, mengurai jalan yang penuh batu. Pagar pagar tua,
meneteskan embun pada pagi. Senyuman manis yang tak pernah aku lihat, hanya
sikap luka setiap aku dekap. Kesabaran yang bisa menutup kebimbangan, menyulam
rindu di tengah malam.
Hari-haripun aku membuka gerbang dihilir sungai, gemercik
air bercerita tentang cinta pada pucuk dedaunan. Air mata menyusul percakapan, bertanya tentang rindu. Kerikul dan batu
menertawakan tetesan air mata meyisakan bayagan hening dipinggir kesetiaan. Kini
Mengalir menjadi telaga kehancuran. Cicit-cicit burung beterbangan mengepakkan
sayap pada langit, berdendang mesra diujung pohon penantian. Kumbangpun
berhinggap dari bunga ke bunga yang lain. Aku menjadi bingung menyaksikan
kebebasan apa yang aku lihat. Kadang aku ingin menjadi kumbang yang sering
hinggap pada bunga-bunga. Tapi dalam diriku tercipta kesetiaan yang terlukis dengan
indah.
Langit bagai takberdetak, bintang-bintangnya meneteskan
air matanya. Bulan yang dingan mengajak aku keluar dari lubuk kegelapan.
Musim-musim harapan sedang merekah dipucuk-pucuk daun ilalang. Sebentar lagi
fajar cepat tiba, membuka jalan hidupku dengan orang yang aku cintai, untuk
melangkah derita cinta yang tercecer dari setapak jalan di dasar kebimbangan.
Sudah sekian lama aku tanam benih-benih cinta apakah bersemi keindahan atau
derita. Sikap yang mensalip jiwa yang tak terjawab. Hidup bagai bayangan kelam
yang beralunan dengan kebimbangan yang setiap langkah menerpa. Sempai kapan
cinta yang kita abadikan menumbuhkan kesetian, kesabaran terhias indah di
pelupuk mata meski derita yang aku dapat. Wahai adiku kau adalah pancaran
cahaya kegelapan yang menuntun aku pada jalan ke agungan. Kebersamaanmu membuat
aku lebih melangkah lebih jauh membuka cakrawala. Membelah dunia diantara
pandangan sinis, Sedangkan jiwa hanya menjadi bayangan yang tak sanggup membaca
derita.
Kini waktu sudah berlalu, percakapan kita di baca oleh
jam tua. Jaganlah kau menertawakan cinta ataupun menghukum cinta. Aku tau dalam
dirimu tersisi sebuah delematis. Tapi aku sadar bahwa kesetian akan tercipta
ketika saling melengkapi. Dalam jangka waktu yang pendek tak sanggup memberikan
senyuman. Kebersamaan terpisah oleh pencarian waktu diantara penjara-penjara
suci. Setiap kali aku melangkah tetap senyummu akan kubawa kemana kaki
melangkah. aku sampaikan cintaku lewat do’a pada malam. Para malaikat mencatat
syair yang telah aku sampaikan pada catatan ketulasan dan kesetian.
Jarak adalah jalan mencoba mengoji jiwa, untuk merasakan
kesendirian ditengah hamparan senyuman yang tercecer di setiap pojok jalan.
Pandangan mata menyilauakan rindu yang tak dapat aku pendam. Hanya menunggu
liburan dan hari kemenagan. Hari-hari itupun tidak bisa membuat aku menari
diatas kebersamaan. Mungkin ini awal dari kebimbangan sebuah cinta. Cinta akan
memberikan kepada jiwa dan raga dimana kau memanggilku. Hati ini akan selalu
menemanimu disetiap derah nafasmu.
Yang telah kita fikirkan masa depan yang membuat mewarnai
dunia, dari lantunan ayat-ayat di mana kita mensucikan diri, adikku kebersamaan
raga tetap mengitari rona jiwamu. Para malaikat menulis dipundak kanan dan
kiri. Apakah percakapan kita dengan tuhan yang membicarakan cinta telah
terlukis indah dilauhul mahfud atau hanya di pena saja. Kita tidak bisa mengabadikan
cinta kecuali campur tangan tuhan yang membuat cinta romantisme. Kagelisahan
dan kerinduan tercipta dimana aku mengarungi malam dengan sepi, bayang-bayang
meyimpan kenangan disaat pintu tertutup oleh malam. malam menunjukkan kesunyian
percakapan lirih yang membuat mata tak berdaya, memandang keindahan malam degan
sinar samar.
Adikku inilah biografi atau perjalanan hidup yng kita
tempuh pada saat ini. Apakah perjalan yang kita tempuh menumbuhkan cinta yang
suci cinta yang putih cinta yang abadi. Telah banyak yang kita sinpan dalam
memori kenangan. Yang dibaca oleh orang tua, hingga pagipun mencatat dengan
keindahan sinanrnya yang meneragi cinta penuh dengan cahayanya. Kadang pagipun
memberikan senyuman indah dengan rasa malu mengintip di pepohanan meyaksikan
cinta kita. Sinar kesemangatannya dapat menghancurkan kerinduan yang menari di
atas kenagan. Matahari sampai menyibak gelombang membawa arus cinta yang
terhampar di samudra kehancuran. Hening malam menertawakan kita, yang hanya
berada dalam persemidian, kadang meninggalkan kewajiban yang telah di tentukan
oleh sang penguasa, demi menikmati kebersamaan.
Kadang sepi menyayikan tentang syair yang ditorehkan pada
kertas putih, bercerita tangtang kita. Menyimpan impian disetiap waktu. Adikku
adakah kelopak bunga mekar kalau bukan musimnya, atau cinta kita mekar pada
setiap musim tanpa membedakan kelebihannya. Adikku sebenarnya dalam perpisahan
bukan kita berpisah tapi berada dalam cinta. Malah cinta itu akan mekar
disetiap aku memandang pagi, jangan kau melemahkan hidup tapi siramilah dengan
kerinduan yang dapat menumbuhkan kekuatan.
Adikku, cahaya itulah milikmu. Ia adalah lambang sejata
kesetian yang menemanimu disaat kau menikmati cahayanya. Cahaya ilahi yang
indah terus kita nyayikan meskipun jiwa merasa hampa. Perjumpaan kita dapat
menghibur hati, udara menjadi sejuk jatuh dari langit ribuan kunang-kunang
senja, Menabur lembut dan kabut biru muda. Adikku aku mencoba berkaca pada
harapan, bahwa kehidupan adalah cermin dari kehidupan. Dan jika waktu berjalan
tanpa keindahan bulan, tiada bisa menyayikan lagu keindahan. Kini cahaya putih
mulai lenyap dalam sekejap seketika matahari masuk ke peristirahatnya di ufuk
barat. Bulan sudah selesai berdandan, siap berjalan sebagai putri malam.
Adikku mari kita lihat mega-mega merah muda berarak-arak
di balik bulan, bulan berseri mandi cahaya matahari, bulan dinanti seribu hari,
meski terbenam baru sehari. Sungai-sungai berdandan dalam cahaya suram
keindahannya. Di padang-padang rumput-rumput gemerlap kehijau hijauan. Semua
terheran dengan keindahannya. Berkaca pada air yang masih suram. Malam harum
sekuntum bunga setaman, bulan-bulannya datang. Angrek bulan merambat pelan,
seakan bertanya: hay bulan kenapa kau lama terbenam. Kini harum
menghambar-hambar dari bunga wilasa dan gandasuli, burung-burung malam mulai
terbang, hinggap di pohon-pohon angsana.
Sehari rasannya seribu hari, jika waktu berjalan tanpa
keindahanmu sayang, demikian nyayi kegembiraan yang aku lantunkan setiap waktu,
meski dunia tidak dapat menerima dan burung menertawakan dengan lagu ini, kini
suaraku tidak seperti nabi daud yng dapat menghentikan gemercik air. Tapi lagu
ini aku persembahkan maskipun lagu sumbang.
Dan jiwaku malu pada keindahan kekeluhan tersulap menjadi mantra
bayangan. Ku pandang dari jarak yang terbentang oleh waktu siang dan malam aku
buka dari jarum-jarum jam jiwaku, yang menunjukkan kerinduan. Kini malam
menyayikan sepi pada bulan yang tak sanggup menampakkan diri hanya awan yang
menemani kesepian tanpa cahaya. Apakah diriku bisa menyaiksikan tanpa cahayamu.
Cahayamu adalan sandaran bianglala menjadikan hidup bahagia.
Sepi berjalan menyulamkan bayang-bayang. Mengitari rona semista, yang meninggalkan
jejak-jejak kerinduan. Kini ditengah kegelapan aku hanya bisa menyampaikan
syair rindu pada malam dengan bahasa batin dan butiran rindu.
Tak terlepas
tangan-tangan rindu
Membelai
rembulan di malam sunyi
Meyingkap
tabir malam membuka tirai rindu
Aku
melukis malam kebersamaan
Diantara
ciuman dan dekapan hangat
Rindu
Kian
hari mencabik-cabik sukma
Membuat
aku terhampar di tengah malam sembilu
Kutimang
dirimu dalam anganku
Ku
cium keningmu dalam mimpiku
Adikku
Inilah
kerinduanku
Inilah
tanda kesetianku
Malam
ini adalah saksi bisu
Membuat
aku tak berdaya bergelimang dalam rindu
By: Fathor Rasyid
PENYAIR KASASR ROMBEN GUNA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar